Iwa Kusuma Sumantri




Prof. Mr. R. H. Iwa Kusuma Sumantri (Koesoemasoemantri) lahir di Ciamis pada tanggal 31 Mei 1899 dan wafat pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun. Beliau adalah seorang politikus Indonesia.

Setelah menyelesaikan pendidikan dasar di sekolah yang dikelola oleh pemerintah kolonial Belanda, beliau berangkat ke Bandung dan masuk di Sekolah Pegawai Pemerintah Pribumi (Opleidingsschool Voor inlandse Ambtenaren, atau OSVIA ).

Tidak mau mengadaptasi budaya Barat dalam menuntut ilmu di sekolah beliau keluar dan pindah ke Batavia (Jakarta) untuk masuk di sekolah hukum, sementara ketika di Ibukota kolonial tersebut beliau juga bagian dari Jong Java, sebuah organisasi untuk pemuda Jawa.

Iwa lulus pada tahun 1921 dan melanjutkan studinya di Universitas Leiden di Belanda. Di negara itu beliau bergabung dengan Serikat Indonesia (Indonesische Vereeniging), sebuah kelompok nasionalis para intelektual Indonesia.

Beliau menekankan bahwa Indonesia harus bekerja sama, terlepas dari ras, keyakinan, atau kelas sosial, untuk memastikan kemerdekaan dari Belanda; ia menyerukan tentang non-kerjasama dengan kekuatan - kekuatan kolonial.

Pada tahun 1925 beliau pindah ke Uni Soviet untuk menghabiskan setengah tahun belajar di Universitas Komunis kaum tertindas dari Timur di Moskow.
Di Uni Soviet beliau sempat menikah dengan seorang wanita Ukraina bernama Anna Ivanova, keduanya memiliki seorang putri bernama Sumira Dingli.

Setelah kembali ke Hindia tahun 1927, Iwa bergabung dengan Partai Nasional Indonesia dan bekerja sebagai pengacara. Dia kemudian pindah ke Medan, Sumatera Utara, di mana ia mendirikan surat kabar Matahari Terbit, koran yang mengaspirasi hak - hak pekerja dan mengkritik perkebunan milik Belanda yang besar di daerah itu.


Karena tulisan - tulisannya, dan mengikuti upaya untuk mengorganisir serikat dagang, pada 1929 Iwa ditangkap oleh pemerintah kolonial Belanda dan menghabiskan satu tahun di penjara sebelum dibuang ke Banda Neira, di Kepulauan Banda, untuk jangka waktu sepuluh tahun.

Sementara ketika di Banda, Iwa menjadi seorang Muslim yang taat namun beliau terus percaya pada nilai Marxisme. Dia juga bertemu beberapa tokoh nasionalis terkemuka yang juga ada di pengasingan, termasuk Muhammad Hatta, Sutan Syahrir, dan Cipto Mangunkusumo.

Iwa kemudian kembali ke Batavia dan selama pendudukan Jepang (1942 - 1945) dioperasikan sebuah firma hukum di sana. Belia juga memberikan beberapa kuliah tentang penyebab nasionalis di bawah pengawasan ketat pasukan pendudukan Jepang.

Sebagai akibat dari kekalahan Jepang di Pasifik yang semakin jelas, pemimpin nasionalis Indonesia mulai mempersiapkan kemerdekaan. Iwa menyarankan penggunaan istilah proklamasi, yang akhirnya digunakan dan membantu menyusun UUD 1945.

Selama bulan - bulan awal revolusi yang kemudian diikuti dengan proklamasi, Iwa bekerja sama dengan elemen baru, pribumi dan pemerintah.

Pada tanggal 31 Agustus beliau terpilih sebagai Menteri Sosial dalam kabinet pertama di bawah Presiden Sukarno, menjabat sampai November 1945.

Beliau kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan yang dipimpin oleh Tan Malaka. Beliau dituduh terlibat dan sempat ditahan karena didakwa terlibat dalam Peristiwa 3 Juli 1946 yang menyebabkan pemerintah Indonesia memenjarakannya, tahanan lainnya termasuk Muhammad Yamin, Achmad Subarjo dan Tan Malaka.

Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada tahun 1949 dan di RIS yang baru ini, Iwa menjabat sebagai anggota DPR hingga 1950.


Pada tahun 1953 Iwa terpilih sebagai Menteri Pertahanan Pertama di Kabinet Ali Sastroamijoyo, masa jabatannya berlangsung sampai tahun 1955.

Pada tahun 1957 Iwa menjadi rektor di Universitas Padjadjaran di Bandung. Aktivitas politik terakhir tahun 1963 - 1964 adalah sebagai menteri untuk Kabinet Kerja IV. 

Setelah pensiun dari politik Iwa menulis panjang lebar, yang sering bertema tentang sejarah.
Karya yang diterbitkan dalam periode ini termasuk Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (dalam 3 jilid). Pokok-Pokok dan Ilmu Politik (Muamalah Politik).

Beliau meninggal pada 27 November 1971 di Jakarta dan dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Karet Bivak.

Pada 6 November 2002 Iwa dinyatakan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia.