Yusuf Tajul Khalwati





Syekh Yusuf Abul Mahasin Tajul Khalwati Al-Makasari Al-Bantani lahir di Gowa, Sulawesi Selatan pada tanggal 3 Juli 1626 dan wafat di Cape Town, Afrika Selatan pada tanggal 23 Mei 1699 dalam usia 72 tahun.

Beliau digelari Tuanta Salamaka ri Gowa (Tuan guru penyelamat kita dari Gowa) oleh pendukungnya di kalangan rakyat Sulawesi Selatan.

Syekh Yusuf lahir dari pasangan Abdullah dengan Aminah. Ketika lahir dinamakan Muhammad Yusuf, suatu nama yang diberikan oleh Sultan Alauddin, raja Gowa, yang juga merupakan kerabat ibu Syekh Yusuf.

Pendidikan agama diperolehnya sejak berusia 15 tahun di Cikoang dari Daeng Ri Tassamang, guru kerajaan Gowa. Syekh Yusuf juga berguru pada Sayyid Ba-Alawi bin Abdul Al-Allamah Attahir dan Sayyid Jalaludin Al-Aidid.

Kembali dari Cikoang, Syekh Yusuf menikah dengan putri Sultan Gowa, lalu pada usia 18 tahun Syekh Yusuf pergi ke Banten dan Aceh. Di Banten beliau bersahabat dengan Pangeran Surya (Sultan Ageng Tirtayasa), yang kelak menjadikannya mufti Kesultanan Banten.

Di Aceh, Syekh Yusuf berguru pada Syekh Nuruddin Ar-Raniri dan mendalami tarekat Qadiriyah. Selain itu, Syekh Yusuf juga sempat mencari ilmu ke Yaman, berguru pada Syekh Abdullah Muhammad bin Abd Al-Baqi dan ke Damaskus untuk berguru pada Syekh Abu Al-Barakat Ayyub bin Ahmad bin Ayyub Al-Khalwati Al-Quraisyi.

Ketika Kesultanan Gowa mengalami kalah perang terhadap Belanda, Syekh Yusuf pindah ke Banten dan diangkat menjadi mufti di sana. Pada periode ini Kesultanan Banten menjadi pusat pendidikan agama Islam dan Syekh Yusuf memiliki murid dari berbagai daerah, termasuk 400 orang asal Makassar yang dipimpin oleh Ali Karaeng Bisai.


Ketika pasukan Sultan Ageng dikalahkan Belanda tahun 1682, Syekh Yusuf ditangkap dan diasingkan ke Srilanka pada bulan September 1684. Di Sri Lanka, Syekh Yusuf tetap aktif menyebarkan agama Islam, sehingga memiliki murid ratusan, yang umumnya berasal dari India Selatan. Salah satu ulama besar India, Syekh Ibrahim ibn Mi’an, termasuk yang berguru pada Syekh Yusuf.

Melalui jamaah haji yang singgah ke Sri Lanka, Syekh Yusuf masih dapat berkomunikasi dengan para pengikutnya di Nusantara, sehingga akhirnya oleh Belanda beliau diasingkan ke lokasi lain yang lebih jauh, yaitu ke - Afrika Selatan pada bulan Juli 1693. Di Afrika Selatan, Syekh Yusuf tetap berdakwah dan memiliki banyak pengikut.

Ketika Beliau wafat pada tanggal 23 Mei 1699, pengikutnya menjadikan hari wafatnya sebagai hari peringatan. Bahkan, Nelson Mandela, mantan presiden Afrika Selatan, menyebutnya sebagai "Salah Seorang Putra Afrika Terbaik".

Syekh Yusuf Abul Mahasin Tajul Khalwati dianugerahi gelar Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan SK Presiden Republik Indonesia No. 071/TK/1995, 7 Agustus 1995.