Nuku Muhammad Amiruddin lahir di Soasiu, Tidore pada tahun 1738 dan wafat di Tidore pada tanggal 14 November 1805 dalam usia 67 tahun.
Muhamad Amiruddin alias Nuku adalah putra Sultan Jamaluddin (1757 - 1779) dari kerajaan Tidore, yang dinobatkan sebagai sultan pada tanggal 13 April 1779, dengan gelar Sri Paduka Maha Tuan Sultan Saidul Jehad el Ma’bus Amiruddin Syah Kaicil Paparangan, beliau juga dijuluki sebagai Jou Barakati artinya Panglima Perang.
Pada zaman pemerintahan Beliau (1797 - 1805), Kesultanan Tidore mempunyai wilayah kerajaan yang luas yang meliputi Pulau Tidore, Halmahera Tengah, pantai Barat dan bagian Utara Irian Barat serta Seram Timur.
Sejarah mencatat bahwa hampir 25 tahun beliau bergumul dengan peperangan untuk mempertahankan tanah airnya dan membela kebenaran. Dari satu daerah berpindah ke daerah lain, dari perairan yang satu menerobos ke perairan yang lain, berdiplomasi dengan Belanda maupun dengan Inggris, mengatur strategi dan taktik serta terjun ke medan perang.
Semuanya dilakukan hanya dengan tekad dan tujuan yaitu membebaskan rakyat dari cengkeraman penjajah dan hidup damai dalam alam yang bebas merdeka. Cita - citanya membebaskan seluruh kepulauan Maluku terutama Maluku Utara (Maloko Kie Raha) dari penjajah bangsa asing.
VOC yang berpusat di Batavia dengan gubernur - gubernurnya yang ada di Kota Ambon, Kepulauan Banda dan Pulau Ternate harus berhadapan dengan perlawanan dari Pangeran Nuku.
VOC menghadapi konfrontasi Nuku dan Kerajaan Tidore dalam usahanya menguasai Maluku. Pangeran Nuku sulit ditaklukan, beliau bertempur melawan Belanda di darat maupun di laut.
Beliau adalah seorang pejuang yang tidak bisa diajak kompromi dan pengaruhnya yang kuat di wilayah Maluku. Hingga usia senja, semangat dan perjuangannya tidak berhenti.
Pangeran Nuku meninggal dalam usia 67 tahun pada tahun 1805.
Sebagai penghargaan terhadap jasa - jasanya, Pemerintah Republik Indonesia menganugerahkan Sultan Nuku sebagai Pahlawan Nasional Indonesia.