Dr. (HC) Drs. H. Mohammad Hatta (Muhammad Athar) lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat pada tanggal 12 Agustus 1902 dan wafat di Jakarta pada tanggal 14 Maret 1980 dalam usia 77 tahun.
Beliau adalah pejuang, negarawan, ekonom dan juga Wakil Presiden Indonesia yang pertama, juga dikenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia.
Mohammad Hatta lahir dari pasangan Muhammad Djamil dan Siti Saleha, keturunan aceh yang lama menetap di Sumatera Barat. Ayahnya merupakan seorang keturunan ulama tarekat di Batuhampar, dekat Payakumbuh, Sumatera Barat, sedangkan ibunya berasal dari keluarga pedagang di Bukittinggi.
Lahir dengan nama Muhammad Athar, berasal dari bahasa Arab, yang berarti "harum". Beliau merupakan anak kedua, setelah Rafiah yang lahir pada tahun 1900.
Sejak kecil M. Hatta telah dididik dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang taat melaksanakan ajaran agama Islam. Kakeknya dari pihak ayah, Abdurahman Batuhampar dikenal sebagai ulama pendiri Surau Batuhampar, sedikit dari surau yang bertahan pasca - Perang Padri. Sementara itu, ibunya berasal dari keturunan pedagang, beberapa orang mamaknya adalah pengusaha besar di Jakarta.
Ayahnya meninggal pada saat beliau masih berumur tujuh bulan. Setelah kematian ayahnya, ibunya menikah dengan Agus Haji Ning, seorang pedagang dari Palembang, Haji Ning sering berhubungan dagang dengan Ilyas Bagindo Marah, kakeknya dari pihak ibu. Dari perkawinan Siti Saleha dengan Haji Ning, mereka dikaruniai empat orang anak, yang kesemuanya adalah perempuan.
Mohammad Hatta pertama kali mengenyam pendidikan formal di sekolah swasta. Setelah enam bulan beliau pindah ke sekolah rakyat dan sekelas dengan Rafiah, kakaknya.
Namun, pelajarannya berhenti pada pertengahan semester kelas tiga, lalu pindah ke ELS di Padang (kini SMA Negeri 1 Padang) sampai tahun 1913, kemudian melanjutkan ke MULO sampai tahun 1917.
Selain pengetahuan umum beliau telah ditempa ilmu - ilmu agama sejak kecil, pernah belajar agama kepada Muhammad Jamil Jambek, Abdullah Ahmad dan beberapa ulama lainnya.
Selain keluarga, perdagangan memengaruhi perhatian Hatta terhadap perekonomian. Di Padang beliau mengenal pedagang - pedagang yang masuk anggota Serikat Usaha dan juga aktif dalam Jong Sumatranen Bond sebagai bendahara. Kegiatannya ini tetap dilanjutkannya ketika bersekolah di Prins Hendrik School, Moh. Hatta tetap menjadi bendahara di Jakarta.
Kakeknya bermaksud akan ke Mekkah dan pada kesempatan tersebut dapat membawa Mohammad Hatta melanjutkan pelajaran di bidang agama, yakni ke Mesir (Al-Azhar). Ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas surau di Batu Hampar yang memang sudah menurun semenjak ditinggalkan Syaikh Abdurrahman. Tapi, hal ini diprotes dan mengusulkan pamannya, Idris untuk menggantikannya. Menurut catatan Amrin Imran, Pak Gaeknya kecewa dan Syekh Arsyad pada akhirnya menyerahkan kepada Tuhan.
Pada 18 November 1945 M. Hatta menikah dengan Rahmi Hatta dan tiga hari setelah menikah mereka bertempat tinggal di Yogyakarta. Kemudian, dikarunai 3 anak perempuan yang bernama Meutia Farida Hatta, Gemala Rabi’ah Hatta dan Halida Nuriah Hatta.
Mohammad Hatta bersama Sukarno memainkan peranan penting untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda sekaligus memproklamirkannya pada 17 Agustus 1945.
Moh. Hatta juga pernah menjabat sebagai Perdana Menteri dalam Kabinet Hatta I, Hatta II dan RIS. Beliau mundur dari jabatan wakil presiden pada tahun 1956, karena berselisih dengan Presiden Sukarno.
Selama hidupnya, Bung Hatta telah dirawat di rumah sakit sebanyak 6 kali pada tahun 1963, 1967, 1971, 1976, 1979, dan terakhir pada 3 Maret 1980.
M. Hatta wafat pada tanggal 14 Maret 1980 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta setelah sebelas hari beliau dirawat di sana. Keesokan harinya beliau disemayamkan di kediamannya Jalan Diponegoro 57, Jakarta dan dikebumikan di TPU Tanah Kusir, Jakarta, dengan upacara kenegaraan yang dipimpin secara langsung oleh Wakil Presiden pada saat itu, Adam Malik.
Bandar udara internasional Jakarta, menggunakan namanya Bandar Udara Sukarno - Hatta, sebagai penghormatan terhadap jasa - jasanya.
Selain diabadikan di Indonesia, nama Mohammad Hatta juga diabadikan di Belanda yaitu sebagai nama jalan di kawasan perumahan Zuiderpolder, Haarlem dengan nama Mohammed Hattastraat.
Pemerintah memberikan gelar Pahlawan Proklamator kepada Bung Hatta pada 23 Oktober 1986 bersama dengan mendiang Bung Karno melalui Keppres nomor 081/TK/1986.