Yos Sudarso



Laksamana Muda TNI Anm. Yos Sudarso (Josaphat Soedarso) lahir di Pungkursari Salatiga pada tanggal 24 November 1925 dan wafat di Laut Aru pada tanggal 15 Januari 1962 dalam usia 37 tahun.

Kelahirannya merapakan hari gembira dan hari bersyukur bagi Bapak dan Ibu Sukarno, demikian nama ayah Yos Sudarso. Kegembiraan itu sudah selayaknya, karena satu tahun sebelum Yos lahir putera sulungnya yang bernama Suwarno telah meninggal dunia dalam umur 4 tahun.

Dua tahun kemudian lahir pula adik beliau bernama Soedargo (Sudargo). Hanya dua anak laki - laki itulah karunia Tuhan kepada keluarga Sukarno. Ayahnya bekerja sebagai seorang polisi dan hidup di sebuah rumah sederhana yang terbuat dari papan kayu. Alat - alat rumah tangganya termasuk tempat tidurpun sederhana pula. 

Dalam lingkungan hidup yang sederhana itulah Yos merasa tenteram dan tenang jiwanya. Beliau adalah seorang anak yang pendiam, berhati keras dan jujur. Tidak menyukai perbuatan curang dan suka menolong orang lain. 

Mula - mula Yos bersekolah di Sekolah Dasar Swasta (HIS Partikelir) di Salatiga. Beliau murid yang rajin dan tekun, biasa belajar sampai jauh malam. Yos Sudarso bukan anak yang teramat pandai, tetapi hanya sedang - sedang saja kepandaiannya, tetapi rajin, ulet dan bersungguh - sungguh serta suka bekerja keras.

Sejak Sekolah Dasar Yos Sudarso sudah gemar melukis. Kesenangan atau hobinya melukis tokoh Flash Gordon cerita fiktif rekaan Alex Raymond yang gemar bertualang ke planet - planet di Jagat raya. Hingga dewasa beliau tetap gemar melukis. Sesudah menjadi perwira TNI Angkatan laut-pun masih suka melukis. 

Sewaktu duduk di kelas 6 HIS beliau bersama adiknya memeluk agama Katolik. Kepada agamanya Yos patuh dan bersungguh - sungguh, oleh karena itu ayahnya pernah khawatir kalau - kalau anaknya menjadi pastor. Sang ayah ingin anaknya menjadi guru.

Yos Sudarso juga gemar olah raga, terutama kegiatan binaraga (body building). Beliau suka sekali bergelantungan di gelang - gelang (ringen) sehingga badannya menjadi sehat dan walaupun pendek tetapi kekar.

Yos meneruskan pelajarannya ke HIK (Sekolah Guru) di Muntilan. Dalam berlatih musik di sekolah Yos Sudarso memilih bermain biola, sesuai dengan pembawaannya yang pendiam dan perasaannya yang halus.

Diantara kawan dekatnya adalah Drs. Frans Seda yang pernah duduk dalam pemerintahan dan pernah pula menjadi duta besar di Belgia.

Suatu keharusan para murid HIK tinggal di Asrama. di sana beliau sering menerima surat dari adiknya yang rajin dijawabnya. Jawaban itu berisi hal - hal pelajaran berhitung, beliau membantu banyak terhadap kelemahan adiknya dalam hal pelajaran berhitung.

Yos Sudarso juga mempunyai watak yang diperlukan sebagai seorang pemimpin, yaitu rasa tanggung jawab.

Waktu pasukan Jepang berkuasa di Indonesia. Sekolah Guru di Muntilan di tutup, untuk sementara waktu Yos Sudarso berhenti. Kemudian masuk Sekolah Menengah pertama (SMP). Karena sikapnya yang disiplin dan tertib, para guru tertarik kepadanya dan diangkat sebagai Ketua Umum Pelajar SMP. Kepercayaan ini tidak disia - siakan. Teman-temannya dipimpin untuk berlatih baris - berbaris, berkebun, bekerja bakti (Kinrohoshi) membantu kebersihan sekolah. SMP Salatiga pada waktu itu sungguh bersih. 

Yos Sudarso adalah seorang pemimpin yang cekatan. Beliau tekun, berdisiplin, jujur dan bertanggung jawab.

Yos Sudarso tidak sampai menamatkan SMP di Salatiga. Empat bulan sebelum ujian akhir beliau keluar dari SMP dan memasuki Sekolah Pelayaran Tinggi di Semarang. Rupanya hatinya tertarik pada lautan, padahal Kota Salatiga itu terletak 60 km dari pantai. Yos Sudarso termasuk siswa angkatan ketiga dari Koto Seezin Yoseisho atau Sekolah Tinggi Pelayaran di Semarang, beliau tinggal di asrama di Jurnatan, sekarang dipakai sebagai Kantor Polisi Seksi I Semarang. Sedangkan sekolahannya ada di Karangtempel.

Setiap hari pagi, siang dan sore baik hujan lebat maupun panas ditimpa terik matahari para siswa pergi dan pulang ke sekolah dengan cara berlari dalam barisan. Pendidikan sekolah Pelayaran Tinggi itu memang bercorak militer, karena dimaksudkan untuk membantu Jepang dalam peperangan. Lama pendidikannya 9 bulan dan para lulusannya diangkat langsung sebagai perwira yang diberi tugas memimpin kapal - kapal kayu untuk Militer Jepang.

Kapal - kapal kayu yang digerakkan dengan mesin itu berjasa mengangkut perlengkapan perang, termasuk bahan makanan, pakaian, obat - obatan ke seluruh pangkalan Jepang di Indonesia bahkan ada kapal - kapal kayu Indonesia yang berlayar sampai ke Birma.

Sekolah Pelayaran Tinggi itu, walaupun singkat tetapi cermat dan padat. Para siswa harus belajar teori dan praktek. Mereka harus mengalami praktek mulai dari pelayaran kapal (tobang) sampai perwira kapal. Mereka juga diberi latihan baris berbaris dan kemahiran menggunakan senjata.

Di sekolah pelayaran ini beliau terkenal sebagai orang yang berotak cemerlang, penuh energi, tabah, keras kemauan, tajam pikiran, berjiwa besar dan berbakat pemimpin tetapi rendah hati dan sederhana.

Pada suatu hari pernah direncanakan oleh pelatih untuk mengadakan latihan mendayung. Tetapi sekonyong - konyong udara menjadi buruk sehingga latihan dibatalkan. Tetapi Yos mengambil sikap lain, beliau tetap melakukan latihan, walaupun gelombang besar dan lautan ganas. Rupanya beliau justru ingin mempergunakan kesempatan itu untuk berlatih bagaimana untuk berdayung dikala laut sedang tidak ramah.

Pada tahun 1944 beliau lulus ujian sekolah Pelayaran Tinggi dan meneruskan latihan perwira pada Giyo Usamu Butai. Melalui latihan ini Yos Sudarso diangkat menjadi mualim dua. Pada waktu itu Yos berusia 19 tahun, mulailah beliau berlayar dengan kapal - kapal kayu menjelajahi lautan nusantara dengan penuh resiko diserang pesawat - pesawat terbang dan kapal - kapal selam Sekutu yang mulai bermunculan di dirgantara dan lautan Indonesia. Banyak kapal - kapal dari Jawa Unko Kaisya yang dibom atau ditorpedo sehingga tenggelam bersama awak kapalnya.

Sesudah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Yos Sudarso menggabungkan diri pada Badan Keamanan Rakyat Laut atau BKR Laut, yaitu cikalbakal TNI-AL.

Bersama - sama dengan pemuda-pemuda pejuang. Yos juga ikut dalam perjuangan khususnya bidang maritim. Dengan kapal - kapal kayu dan kapal - kapal lainnya sebagai hasil rampasan dari Jepang. 

Pemuda - pemuda ALRI segera beraksi dengan pengiriman ekspedisi lintas laut ke daerah Sumatera, Kalimantan, Bali, Sulawesi dan Maluku. Mereka bertugas menerobos blokade Belanda, mengobarkan semangat perjuangan, membuka hubungan dan memperkuat barisan perjuangan. Yos Sudarso-pun tidak mau ketinggalan ikut dalam Ekspedisi Laut ke Maluku.

Pada bulan Januari 1946 TKR Laut Jawa Tengah menyiapkan dua buah kapal kayu tipe Kiri Maru berukuran 60 ton, yakni Sindoro dan Semeru. Sebanyak 60 orang putera - puteri Maluku ikut serta dalam kapal tersebut dengan tujuan mengobarkan semangat Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 di perairan Maluku. Para pemuda Maluku itu akan didaratkan di daerah Maluku Utara dan Maluku Selatan.

Pada tanggal 3 Maret 1946 jam 17.30 petang, kapal - kapal Semeru dan Sindoro mulai bertolak dari pelabuhan Tegal melaksanakan tugas Ekspedisi Laut ke Maluku. Yos Sudarso yang waktu itu berumur 21 tahun membantu Ibrahim yang bertugas memimpin kapal Sindoro. Pelayaran itu tentu saja penuh bahaya. karena kapal - kapal patroli Belanda sudah berkeliaran di lautan Nusantara. Kapal - kapal itu tidak langsung berlayar menuju Maluku, tetapi berputar melewati Kalimantan, pulau Sangi dan maluku. Lagi Pula keadaan kapal - kapal itu sudah tidak mulus dan sering mengalami kerusakan. Oleh karena itu mereka terpaksa berhenti berkali - kali untuk memperbaiki mesin.

Penduduk di mana - mana menyambut kapal - kapal yang berbendera Merah Putih itu dengan bergembira dan bangga. Mereka memberikan bantuan bahan makanan seperti sayur - sayuran dan air.

Walaupun kapal - kapal kayu itu sudah tidak mulus, mesin - mesinnya sudah banyak yang rewel dan peralatan serba kurang, tetapi manusia yang menangani kapal - kapal tersebut bersemangat tinggi.

Yos Sudarso berkata "Sepanjang masa ada satu unsur yang tidak pernah kembali yaitu manusia. Alat - alat tidak berperang, yang berperang adalah manusia yang berada di belakang alat - alat itu".

Sesudah sampai di dekat Pulau Bum, rombongan dibagi dua. Semeru menuju Pulau ambalan untuk salanjutnya terus ke Halmahera, sedangkan Sindoro menuju Namlea. Di perairan Buru Utara, kira - kira 30 mil dari pantai. Sindoro mengalami kerusakan mesin lagi, selain itu persedian makanannya sudah abis. Laut di sekitar kapal yang sedang rusak itu terdapat banyak ikan hiu. Namun demikian Yos Sudarso dengan beberapa orang pelaut turun ke laut sampai menunggu perbaikan mesin kapalnya. Mereka turun ke laut dan berdayung ke Pulau Buru untuk mencari bahan makanan. Dua hari kemudian barulah Yos Sudarso dan kawan - kawan dengan sekocinya muncul kembali penuh dengan bahan makanan. Mereka disambut dengan tembakan salvo sebagai tanda penghargaan, karena dikira mereka telah mati ditelan ikan hiu atau ditangkap patroli Belanda.

Semantara itu kapal Sindoro berlayar lagi dan tiba di Namlea, rakyat mengerumuni kapal dengan bangga serta terharu menyaksikan Sang Merah Putih berkibar di puncak tiangnya. Pemuda - pemuda pejuang Maluku lalu diturunkan didarat dan kapal melanjutkan pelayaran ke Piru. Di Piru terjadilah malapetaka. Seluruh anak buah Sindoro disergap oleh pasukan Belanda. Penyergapan itu dilakukan, karena di Namlea telah segera timbul pemberontakan yang dipimpin oleh pemuda - pemuda pejuang Maluku. Belanda mengetahui bahwa pemuda - pemuda pejuang itu diturunkan mendarat oleh kapal Sindoro. Sebenarnya Yos Sudarso masih dapat menghindarkan sergapan tersebut, beliau sudah berhasil meloloskan diri dari ancaman Belanda, tetapi kapal kayu Sindoro tentu kalah cepat lajunya dari kapal perang Belanda.

Beliau selalu mengumandangkan cinta laut dan perjuangan lautan serta memperhatikan kehidupan rakyat kecil. Beliau bersedih hatinya menyaksikan kehidupan nelayan yang selalu dirundung malang.

Puncak perjuangan Yos Sudarso ialah dilaut Aru, dalam rangka perjuangan pengembalian Irian Barat kepada RI. Pada tanggal 15 Januari 1962 sebuah satuan MTB ALRI melakukan tugas disertai pejabat - pejabat MBAL termasuk Komodor Yos Sudarso.

Kesatuan MTB itu terdiri dari 3 kapal, yaitu RI Macan Tutul, RI Macan Kumbang dan RI Harimau. Komodor Yos Sudarso ada di RI Macan Tutul.

Tepat pada jam 21.15 malam hari waktu I (Zone Timur), kapal - kapal RI tadi diserang oleh kapal - kapal dan pesawat Belanda. Komodor Yos Sudarso segera mengambil alih pimpinan di kapal RI Macan Tutul dan berseru "Kobarkan Semangat Pertempuran". Dengan manuver untuk memancing perhatian lawan RI Macan Tutul mengubah haluan sehingga musuh memusatkan tembakan - tembakannya kepadanya sementara 2 kapal lainnya dapat diselamatkan. Bagian depan RI Macan Tutul terkena tembakan dan Komodor Yos Sudarso memberi perintah "Maju terus, kita terjang kapal lawan, kita tenggelam bersama kapal". Saat itu kapal RI Macan Tutul sudah tidak terkendali. Bagian bawah ruangannya kena tembakan lagi.

Jam 21.33 kapal RI Macan Tutul terbakar dan meledak. Komodor Yos Sudarso luka pada kepalanya, namun sempat menyampaikan pesan terakhirnya : "Kobarkan semangat pertempuran. Macan Tutul tenggelam dalam pertempuran laut secara gentlemen and brave".

Bersama dengan 23 anak buahnya Komodor Jos Soedarso gugur dan tenggelam di dasar laut dalam rangka perjuangan pembebasan Irian Barat. 

Pemerintah RI menaikkan pangkatnya menjadi Laksamana Muda TNI AL Anumerta dan menghargainya sebagai Pahlawan Nasional dengan Surat Keputusan Presiden No. 088/TK/Th. 1973. Tanggal 6 November 1973.