Urip Sumoharjo




Jenderal Urip Sumoharjo (Oerip Soemohardjo) lahir di Sindurjan, Purworejo, Jawa Tengah pada tanggal 22 Februari 1893 dan wafat pada tanggal 17 November 1948 dalam 55 tahun. Beliau adalah seorang jenderal dan kepala staf umum Tentara Nasional Indonesia pertama pada masa Revolusi Nasional Indonesia.

Urip kecil adalah anak nakal yang sudah memperlihatkan kemampuan memimpin sejak usia dini. Orang tuanya menginginkan dirinya untuk mengikuti jejak kakeknya sebagai bupati, setamat sekolah dasar beliau dikirim ke Sekolah Pendidikan Pegawai Pribumi (OSVIA) di Magelang. 

Urip Sumoharjo lahir dengan nama Muhammad Sidik (Muhammad Kecil) di rumah keluarganya di Sindurjan, Purworejo, Hindia - Belanda pada tanggal 22 Februari 1893, putra pertama dari pasangan Sumoharjo (Soemohardjo), seorang kepala sekolah dan putra tokoh Muslim setempat dan istrinya, putri dari Raden Tumenggung Wijoyokusumo (Widjojokoesoemo) bupati Trenggalek. Pasangan ini kemudian memiliki dua putra lagi, yaitu Iskandar dan Sukirno (Soekirno) serta tiga orang putri. Putra - putranya sebagian dibesarkan oleh pembantu dan pada usia muda Sidik mulai menunjukkan kualitas pemimpin, beliau memimpin kelompok anak - anak di lingkungannya ketika memancing dan bermain sepak bola.

Ketiga saudara bersekolah di sekolah untuk suku Jawa yang dikepalai oleh ayah mereka, oleh sebab itu mereka menerima perlakuan khusus. Hal ini menyebabkan mereka menjadi nakal dan berpuas diri.

Pada tahun kedua sekolahnya, Sidik jatuh dari pohon kemiri dan kehilangan kesadaran. Setelah sadar ibunya mengirim surat kepada Wijoyokusumo, mengungkapkan bahwa nama Sidik adalah penyebab perilaku buruknya. Sebagai balasan, Wijoyokusumo menyarankan bahwa Sidik harus diganti dengan Urip, yang berarti "hidup". Saat beliau sembuh, keluarganya memutuskan untuk menamainya kembali dengan nama Urip, meskipun kelakuannya tetap saja buruk. Beliau kemudian dikirim ke Sekolah Putri Belanda (Europese Lagere Meisjesschool), sekolah untuk putra sudah penuh dan orang tuanya berharap bahwa sekolah putri akan meningkatkan kemampuannya dalam berbahasa Belanda serta mengubah temperamennya.

Setelah belajar satu tahun di sekolah putri, Urip Sumoharjo menjadi lebih kalem, kemudian dikirim ke sekolah Belanda untuk putra. Meskipun demikian, nilai akedemiknya tetap buruk. Pada tahun terakhirnya di sekolah dasar beliau sering mengunjungi teman ayahnya, seorang mantan tentara yang pernah bertugas di Aceh selama dua puluh tahun, untuk mendengarkan cerita dari pria tua itu. Hal ini kemudian menginspirasi Oerip untuk bergabung dengan Koninklijk Nederlands - Indische Leger (KNIL).

Setelah lulus ujian calon pegawai negeri dan persiapan selama beberapa bulan beliau pindah ke Magelang pada tahun 1908 untuk melanjutkan pendidikan ke Sekolah Pendidikan Pegawai Pribumi (Opleidingsschool Voor Inlandse Ambtenaren, atau OSVIA), sebab orang tuanya ingin Oerip menjadi bupati seperti kakeknya.

Setahun kemudian adik - adiknya menyusulnya ke OSVIA. Setelah ibunya meninggal dunia pada tahun 1909, Urip Sumoharjo tenggelam dalam depresi selama berbulan - bulan dan berubah menjadi penyendiri.

Pada tahun terakhirnya di OSVIA beliau memutuskan untuk mendaftar ke akademi militer di Meester Cornelis, Batavia (kini Jatinegara, Jakarta), berangkat ke sana langsung dari Magelang dan mengatakan kepada adik - adiknya untuk memberitahu ayah mereka yang tidak setuju dengan pilihan putranya.

Ayahnya semula berusaha untuk membujuk putranya agar kembali ke OSVIA dengan memberinya uang 1.000 gulden, tapi akhirnya menyetujui pilihan Oerip untuk masuk akademi militer.

Setelah pelatihan, yang menurutnya menyenangkan beliau lulus dari akademi militer pada bulan Oktober 1914 dan menjadi letnan dua di Koninklijk Nederlands - Indische Leger (KNIL), tentara pemerintah kolonial Belanda. Bertugas selama hampir 25 tahun dan ditempatkan di tiga pulau berbeda, dipromosikan beberapa kali dan akhirnya menjadi perwira pribumi dengan pangkat tertinggi di KNIL. Urip Sumoharjo mengundurkan diri dari jabatannya sekitar tahun 1938 setelah berselisih dengan Bupati Purworejo, tempat dimana beliau ditugaskan.

Urip Sumoharjo dan istrinya (Rohmah) kemudian pindah ke sebuah desa di dekat Yogyakarta, mereka membangun sebuah vila dan kebun bunga yang luas.

Setelah Jerman Nazi menginvasi Belanda pada bulan Mei 1940, Urip Sumoharjo dipanggil kembali untuk bertugas. Ketika Kekaisaran Jepang menduduki Hindia - Belanda dua tahun kemudian, beliau ditangkap dan ditahan di kamp tawanan perang selama tiga setengah bulan.

Pada tanggal 14 Oktober 1945, beberapa bulan setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, Urip Sumoharjo ditetapkan sebagai kepala staff dan pemimpin sementara angkatan perang yang baru dibentuk. Beliau berupaya untuk menyatukan kekuatan kelompok - kelompok militer yang terpecah - pecah di Indonesia.

Pada 12 November 1945, Jenderal Sudirman terpilih sebagai panglima angkatan perang setelah melalui dua tahap pemungutan suara buntu. Urip Sumoharjo tetap menjabat sebagai kepala staff dan mereka berdua sama - sama mengawasi pembangunan angkatan perang pada masa Revolusi Nasional Indonesia.

Merasa muak atas kurangnya kepercayaan pemerintah terhadap militer dan manuver politik yang terjadi di tubuh militer, Beliau akhirnya mengundurkan diri pada awal 1948.

Mengidap lemah jantung, kondisi kesehatannya memburuk dan beliau wafat karena serangan jantung beberapa bulan kemudian. Berpangkat letnan jenderal pada saat kematiannya, Urip Sumoharjo secara anumerta dipromosikan menjadi jenderal penuh. 

Urip Sumoharjo menerima beberapa penghargaan dari pemerintah Indonesia, termasuk gelar Pahlawan Nasional Indonesia pada tahun 1964.