Suryopranoto




Raden Mas Suryopranoto (Soerjopranoto) lahir di Jogjakarta pada tanggal 11 Januari 1871 dan wafat di Tjimahi pada tanggal 15 Oktober 1959 dalam usia 88 tahun. Beliau adalah salah satu Pahlawan Nasional Indonesia. 

Suryopranoto memiliki nama kecil Iskandar, yang merupakan kakak Soewardi Soeryaningrat (Ki Hadjar Dewantara). Secara genealogis Suryopranoto adalah seorang bangsawan putra sulung dari Kanjeng Pangeran Aryo (KPA) Suryaningrat, yang mana sang ayah sendiri adalah putra tertua dari Paku Alam III. Ini berarti Suryopranoto adalah anak laki-laki pertama dari seorang putra mahkota. Namun, hak naik tahta sang ayah menjadi batal karena beliau terserang penyakit mata yang mengakibatkan kebutaan.

Iskandar sebagai anak bangsawan, termasuk golongan pribumi yang kedudukannya "disamakan" dengan kalangan bangsa Eropa. Dengan statusnya itulah beliau bisa masuk Sekolah Rendah Eropa atau Europeesche Lagere School (ELS).

Setamat dari ELS, Suryopranoto mengambil Klein Ambtenaren Cursus atau Kursus Pegawai Rendah, yang kurang lebih setingkat dengan Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) yang sekarang setara dengan SMP.

Lulus dari kursus tersebut, Suryopranoto diterima menjadi pegawai kantor pemerintahan kolonial di Toeban. Beliau akhirnya dipecat dari pekerjaan tersebut karena menempeleng seorang pejabat kolonial berkulit putih. Sekembalinya dari Toeban, Suryopranoto langsung diangkat sebagai wedono sentono di Praja Pakualaman dengan pangkat panji, jabatan inikurang lebih sama dengan kepala bagian administrasi istana.


Pada tahun 1900, Suryopranoto mendirikan sebuah organisasi bernama Mardi Kaskaya. Sebagian besar pengurus organisasi ini adalah kerabat Pakualaman. Mardi Kaskaya kurang lebih mirip sebuah koperasi simpan-pinjam. Pada akhir tahun 1901 Suryopranoto mendirikan sebuah klub pertemuan dengan nama Societeit Sutrohardjo, ini kurang lebih merupakan sebuah perpustakaan yang sangat sederhana.

Dalam klub ini orang bisa membaca berbagai bacaan, seperti surat kabar dan majalah. Sehubungan dengan keberadaan Mardi Kaskaya, ruang gerak rentenir semakin berkurang. Mereka sering menemui umpatan dan cacian ketika keluar masuk kampung-kampung, akibatnya konflik terbuka sering terjadi. Insiden-insiden tersebut dianggap oleh pejabat kolonial sebagai gangguan ketentraman umum karena keberadaan Mardi Kaskaya dengan Suryopranoto sebagai pendirinya.


Oleh karena itulah pejabat kolonial menyekolahkan Suryopranoto ke MLS (Middelbare Landbouw School = Sekolah Menengah Pertanian) di Bogor.

Beliau adalah salah satu Pahlawan Nasional Indonesia yang dikukuhkan sebagai pahlawan nasional yang ke-3 oleh Presiden RI, Soekarno, pada 30 November 1959 (Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 310 Tahun 1959, tanggal 30 November 1959).

Beliau dimakamkan di Kotagede, Yogyakarta.