Juanda Kartawijaya



Ir. H. R. Juanda Kartawijaya (Djoeanda Kartawidjaja) lahir di Tasikmalaya, Jawa Barat pada tanggal 14 Januari 1911 dan wafat di Jakarta pada tanggal 7 November 1963 dalam usia 52 tahun. Beliau adalah Perdana Menteri Indonesia ke-10 sekaligus yang terakhir.

Ir. H. Juanda merupakan anak pertama pasangan Raden Kartawidjaja dan Nyi Monat, ayahnya seorang Mantri Guru pada Hollandsch Inlansdsch School (HIS).

Pendidikan sekolah dasar diselesaikan di HIS dan kemudian pindah ke sekolah untuk anak orang Eropa Europesche Lagere School (ELS), tamat tahun 1924. Selanjutnya oleh ayahnya dimasukkan ke sekolah menengah khusus orang Eropa yaitu Hogere Burger School (HBS) di Bandung, dan lulus tahun 1929.

Pada tahun yang sama beliau masuk ke Technische Hoogeschool te Bandoeng (THS) sekarang Institut Teknologi Bandung (ITB) di Bandung, mengambil jurusan teknik sipil dan lulus tahun 1933.

Semasa mudanya Juanda hanya aktif dalam organisasi non politik yaitu Paguyuban Pasundan dan anggota Muhamadiyah dan pernah menjadi pimpinan sekolah Muhamadiyah.

Semenjak lulus dari THS Bandung (1933) beliau memilih mengabdi di tengah masyarakat dengan mengajar SMA Muhammadiyah di Jakarta dengan gaji seadanya. Padahal kala itu beliau ditawari menjadi asisten dosen di THS Bandung dengan gaji lebih besar.

Setelah empat tahun mengajar di SMA Muhammadiyah Jakarta, pada 1937, Juanda mengabdi dalam dinas pemerintah di Jawaatan Irigasi Jawa Barat. Selain itu juga aktif sebagai anggota Dewan Daerah Jakarta.

Karier selanjutnya dijalaninya sebagai pegawai Departemen Pekerjaan Umum propinsi Jawa Barat, Hindia Belanda sejak tahun 1939.

Ir. H. Juanda seorang abdi negara dan abdi masyarakat, beliau seorang pegawai negeri yang patut diteladani. Meniti karier dalam berbagai jabatan pengabdian kepada negara dan bangsa.

Setelah Proklamasi 17 Agustus 1945, tepatnya pada 28 September 1945, Juanda memimpin para pemuda mengambil - alih Jawatan Kereta Api dari Jepang. Disusul pengambil - alihan Jawatan Pertambangan, Kotapraja, Keresidenan dan obyek - obyek militer di Gudang Utara Bandung.

Kemudian pemerintah RI mengangkat Juanda sebagai Kepala Jawatan Kereta Api untuk wilayah Jawa dan Madura. Setelah itu, beliau diangkat menjabat Menteri Perhubungan. Beliau pernah pula menjabat Menteri Pengairan, Kemakmuran, Keuangan dan Pertahanan.

Beberapa kali beliau memimpin perundingan dengan Belanda. Termasuk dalam Perundingan KMB, beliau bertindak sebagai Ketua Panitia Ekonomi dan Keuangan Delegasi Indonesia. Dalam Perundingan KMB, Belanda mengakui kedaulatan pemerintahan RI.

Juanda sempat ditangkap tentara Belanda saat Agresi Militer II tanggal 19 Desember 1948. Belia dibujuk agar bersedia ikut dalam pemerintahan Negara Pasundan, tetapi ditolak.

Karya pengabdiannya yang paling strategis adalah Deklarasi Juanda 13 Desember 1957, yang menyatakan bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar, di antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI atau dikenal dengan sebutan sebagai negara kepulauan dalam konvensi hukum laut United Nations Convention on Law of the Sea (UNCLOS).

Ir. Juanda oleh kalangan pers dijuluki "menteri marathon" karena sejak awal kemerdekaan (1946) sudah menjabat sebagai menteri muda perhubungan sampai menjadi Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan (1957 - 1959) sampai menjadi Menteri Pertama pada masa Demokrasi Terpimpin (1959 - 1963). 

Tercatat dari tahun 1946 sampai meninggalnya tahun 1963, beliau menjabat sekali sebagai menteri muda dan 14 kali sebagai menteri serta sekali menjabat Perdana Menteri (menjabat dari 9 April 1957 hingga 9 Juli 1959).

Beliau adalah seorang abdi negara dan masyarakat yang bekerja melampaui batas panggilan tugasnya, mampu menghadapi tantangan dan mencari solusi terbaik demi kepentingan bangsa dan negaranya, sebagai pemimpin yang luwes. Dalam beberapa hal kadangkala beliau berbeda pendapat dengan Presiden Sukarno dan tokoh - tokoh politik lainnya.

Namanya diabadikan sebagai nama lapangan terbang di Surabaya, Jawa Timur yaitu Bandara Juanda atas jasanya dalam memperjuangkan pembangunan lapangan terbang tersebut sehingga dapat terlaksana.

Selain itu juga diabadikan untuk nama hutan raya di Bandung yaitu Taman Hutan Raya Ir. H. Juanda, dalam taman ini terdapat Museum dan Monumen Ir. H. Juanda.

Juanda wafat di Jakarta 7 November 1963 karena serangan jantung dan dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta.

Berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No.244/1963 Ir. H. Djuanda Kartawidjaja diangkat sebagai tokoh Nasional/Pahlawan Kemerdekaan Nasional.