Husni Thamrin




Mohammad Husni Thamrin lahir di Weltevreden, Batavia pada tanggal 16 Februari 1894 dan wafat di Senen, Batavia pada tanggal 11 Januari 1941 dalam usia 46 tahun. Beliau adalah seorang politisi era Hindia Belanda.

Thamrin lahir di Weltevreden, Batavia (sekarang Jakarta), Hindia Belanda, pada 16 Februari 1894. Ayahnya adalah seorang Belanda dengan ibu orang Betawi. Sejak kecil beliau dirawat oleh pamannya dari pihak ibu karena ayahnya meninggal, sehingga beliau tidak menyandang nama Belanda. Sementara itu kakeknya, Ort, seorang Inggris, merupakan pemilik hotel di bilangan Petojo, menikah dengan seorang Betawi yang bernama Noeraini.

Ayahnya, Tabri Thamrin, adalah seorang wedana dibawah gubernur jenderal Johan Cornelis van der Wijck. Setelah lulus dari Gymnasium Koning Willem III School te Batavia, Thamrin mengambil beberapa jabatan sebelum bekerja di perusahaan perkapalan Koninklijke Paketvaart - Maatschappij.

Munculnya Muhammad Husni Thamrin sebagai tokoh pergerakan yang berkaliber nasional tidaklah mudah. Untuk mencapai tingkat itu beliau memulai dari bawah dari tingkat lokal. Dia memulai geraknya sebagai seorang tokoh (lokal) Betawi.

Muhammad Husni Thamrin sejak muda telah memikirkan nasib masyarakat Betawi yang sehari - hari dilihatnya. Sebagai anak wedana, beliau tidaklah terpisah dari rakyat "Jelata",  malah sangat dekat dengan mereka. Sebagaimana anak - anak sekelilingnya, yang terdiri dari anak-anak rakyat jelata, beliau tidak canggung untuk mandi bersama di Sungai Ciliwung dan tidak canggung untuk tidur bersama mereka.

Sebagaimana yang pernah disaksikan oleh ayahnya sendiri. Kelincahannya sebagai pemimpin agaknya telah nampak sejak masih usia "remaja".

Pada tahun 1929 telah terjadi suatu insiden penting di dalam Gemeenteraad, yaitu yang menyangkut pengisian lowongan jabatan wakil walikota Betawi (Batavia). Tindakan pemerintah kolonial ketika itu memang sangat tidak bijaksana, karena ternyata lowongan jabatan itu diberikan kepada orang Belanda yang kurang berpengalaman, sedang untuk jabatan itu ada orang Betawi yang jauh lebih berpengalaman dan pantas untuk jabatan itu. Tindakan pemerintah ini mendapat reaksi keras dari fraksi nasional. Bahkan mereka mengambil langkah melakukan pemogokan, ternyata usaha mereka berhasil dan pada akhirnya Muhammad Husni Thamrin diangkat sebagai wakil walikota Batavia.

Dua tahun sebelum kejadian di atas, Muhammad Husni Thamrin memang telah melangkahkan kakinya ke medan perjuangan yang lebih berat, karena dia ditunjuk sebagai anggota lembaga yang lebih luas jangkauannya dan lebih tinggi martabatnya.

Pada tahun 1927 ditunjuk sebagai anggota Volksraad untuk mengisi lowongan yang dinyatakan kosong oleh Gubernur Jendral.

Pada mulanya kedudukan itu ditawarkan kepada Hos Cokroaminoto tetapi ditolak. Kemudian ditawarkan lagi kepada Dr. Sutomo tetapi juga dia menolak. Dengan penolakan kedua tokoh besar ini, maka dibentuklah suatu panitia, yaitu panitia Dr. Sarjito yang akan memilih seorang yang dianggap pantas untuk menduduki kursi Volksraad yang lowong. Panitia Dr. Sarjito akhirnya menjatuhkan pilihannya kepada Muhammad Husni Tharnrin. Alasan yang dikemukakannya ialah bahwa Muhammad Husni Thramrin cukup pantas menduduki kursi itu mengingat pengalamannya sebagai anggota Gemeenteraad.

Pada tahun pengangkatannya sebagai anggota Volksraad, keadaan di Hindia Belanda mengalami perubahan yang sangat penting yakni adanya sikap pemerintah kolonial yang keras, lebih bertangan besi. Ini adalah salah satu akibat yang paling "buruk" yang lahir dari terjadinya pemberontakan 1926 dan 1927.

Akan tetapi di lain pihak ketika memasuki tahun 1927 itu pula, langkah pergerakan nasional kita juga mengalami perubahan sebagai akibat dari didirikannya PNI dan munculnya Bung Karno sebagai pemimpin utamanya.


Beliau dikenal sebagai salah satu tokoh Betawi (dari organisasi Kaoem Betawi) yang pertama kali menjadi anggota Volksraad (Dewan Rakyat) di Hindia Belanda, mewakili kelompok Inlanders (pribumi). Thamrin juga salah satu tokoh penting dalam dunia sepakbola Hindia Belanda (sekarang Indonesia), karena pernah menyumbangkan dana sebesar 2000 Gulden pada tahun 1932 untuk mendirikan lapangan sepakbola khusus untuk rakyat Hindia Belanda pribumi yang pertama kali di daerah Petojo, Batavia (sekarang Jakarta).

Pada tanggal 11 Januari 1941 Muhammad Husni Thamrin wafat, setelah sakit beberapa waktu lamanya. Akan tetapi beberapa saat sebelum kewafatannya, pemerintah kolonial telah melakukan tindakan "angat kasar "terhadap dirinya. Dalam keadaan sakit, beliau harus menghadapi perlakuan kasar, yaitu ketika rumahnya digeledah oleh polisi - polisi rahasia Belanda (PID). Beliau memprotesnya, akan tetapi tidak diindahkan. Sejak itu rumahnya dijaga ketat oleh PID dan tak seorangpun dari rumahnya yang diperbolehkan meninggalkan rumah tanpa seizin polisi, juga termasuk anak perempuannya yang masih juga tidak diperkenankan meninggalkan rumahnya, sekalipun untuk pergi ke sekolah. Tindakan polisi Belanda itu tentulah sangat menekan perasaannya dan menambah parah sakitnya.

Wafatnya Muhammad Husni Thamrin tentulah sangat besar artinya bagi bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia telah kehilangan salah seorang pemimpinnya yang cerdas dan berwibawa Menurut laporan resmi, beliau dinyatakan bunuh diri namun ada dugaan dibunuh.

Jenazahnya dimakamkan di TPU Karet, Jakarta. Di saat pemakamannya, lebih dari 10000 pelayat mengantarnya yang kemudian berdemonstrasi menuntuk penentuan nasib sendiri dan kemerdekaan dari Belanda.

Namanya diabadikan sebagai salah satu jalan protokol di Jakarta dan proyek perbaikan kampung besar - besaran di Jakarta (Proyek MHT) pada tahun 1970 -an.