Douwes Dekker Setiabudi




Douwes Dekker Danudirja Setiabudi (Dr. Ernest François Eugène Douwes Dekker) merupakan seorang pejuang kemerdekaan dan Pahlawan Nasional Indonesia, lahir di Pasuruan, Hindia - Belanda pada tanggal 8 Oktober tahun 1879 dan wafat di Bandung provinsi Jawa Barat pada tanggal 28 Agustus tahun 1950 dalam usia 70 tahun.

Sebagaimana yang dia tulis pada riwayat hidup singkat saat mendaftar di Universitas Zurich, September 1913. Ayahnya, Auguste Henri Edoeard Douwes Dekker, adalah seorang agen di bank kelas kakap Nederlandsch Indisch Escomptobank. Auguste ayahnya, memiliki darah Belanda dari ayahnya, Jan (adik Eduard Douwes Dekker) dan dari ibunya, Louise Bousquet.

Ibu Douwes Dekker, Louisa Neumann, lahir di Pekalongan, Jawa Tengah, dari pasangan Jerman - Jawa. Dekker terlahir sebagai anak ke-3 dari 4 bersaudara, dan keluarganya pun sering berpindah - pindah. Saudaranya yang perempuan dan laki - laki, yakni Adeline (1876) dan Julius (1878) terlahir sewaktu keluarga Dekker berada di Surabaya dan adik laki - lakinya lahir di Meester Cornelis, Batavia (sekarang Jatinegara, Jakarta Timur pada tahun 1883. Dari sini keluarga Dekker berpindah lagi ke Pegangsaan, Jakarta Pusat. 

Beliau menikah dengan Clara Charlotte Deije (1885 - 1968) seorang anak dokter campuran Jerman- Belanda pada tahun 1903. Mereka dikaruniai lima anak, namun dua di antaranya meninggal sewaktu bayi (keduanya laki - laki), yang bertahan hidup semuanya perempuan. Akan tetapi kebahagiaan pasangan ini harus putus ditengah jalan karena perkawinan mereka kandas pada tahun 1919 dan keduanya bercerai.

Kemudian Setiabudi menikah lagi dengan Johanna Petronella Mossel (1905 - 1978) yang merupakan seorang Indo keturunan Yahudi, pada tahun 1927. Johanna adalah guru yang banyak membantu kegiatan kesekretariatan Kesatrian Instituut, sekolah yang didirikan Setiabudi. Dari perkawinan ini mereka tidak dikaruniai anak. Di saat Setiabudi dibuang ke Suriname pada tahun 1941 pasangan ini harus berpisah dan kemudian Johanna menikah dengan Jafar Kartodirejo, yang juga merupakan seorang Indo (sebelumnya dikenal sebagai Arthur Kolmus) tanpa melalui proses perceraian resmi terlebih dahulu. Tidak jelas apakah Setiabudi mengetahui pernikahan ini karena beliau selama dalam pengasingan tetap berkirim surat namun tidak dibalas. Sewaktu Setiabudi "kabur" dari Suriname dan menetap sebentar di Belanda pada tahun 1946 beliau menjadi dekat dengan perawat yang mengasuhnya yang bernama Nelly Alberta Geertzema née Kruymel, seorang Indo yang berstatus janda beranak satu. Nelly kemudian menemani Setiabudi yang menggunakan nama samaran pulang ke Indonesia agar tidak ditangkap intelijen Belanda.


Sepulangnya ke Indonesia kemudian mengetahui bahwa Johanna telah menikah dengan Jafar tidak lama kemudian Setiabudi menikahi Nelly pada tahun 1947. Setiabudi kemudian menggunakan nama Danoedirdja Setiabuddhi dan Nelly menggunakan nama Haroemi Wanasita, nama - nama yang diusulkan oleh Sukarno.

Sepeninggal Setiabudi, Haroemi menikah lagi dengan Wayne E. Evans pada tahun 1964 dan kemudian tinggal menetap di Amerika Serikat.

Walaupun mencintai anak - anaknya, Setiabudi tampaknya terlalu berfokus pada perjuangan idealismenya sehingga perhatian pada keluarga agak kurang dalam. Beliau pernah berkata kepada kakak perempuannya yang bernama Adelin, kalau yang beliau perjuangkan adalah untuk memberi masa depan yang baik kepada anak - anaknya di Hindia kelak yang harus merdeka. Namun pada kenyataannya, semua anaknya meninggalkan Indonesia menuju ke Belanda ketika Jepang masuk. Demikian pula semua saudaranya, tidak ada yang memilih menjadi warga negara Indonesia.

Setiabudi adalah salah seorang peletak dasar Nasionalisme Indonesia di awal abad ke-20, sekaligus seorang penulis yang kritis terhadap kebijakan pemerintah penjajahan Hindia-Belanda, wartawan, aktivis politik, serta penggagas nama "Nusantara" sebagai nama untuk Hindia - Belanda yang merdeka. Setiabudi termasuk salah satu dari "Tiga Serangkai" pejuang pergerakan kemerdekaan Indonesia bersama dr. Cipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat.

Gelar pahlawan diberikan oleh pemerintah Republik Indonesia kepada Douwes Dekker Danudirja Setiabudi dengan SK : Nomor 590 Tahun 1961/9-11-1961.